Saat
anda mendengar kata jagung, apa yang terlintas dipikiran anda ? Bulir jagung yang
enak dimakan karena terasa manis dan juga aneka makanan lezat tercipta dari sebuah
jagung, seperti sup jagung, bakwan jagung, bubur jagung, hingga jagung bakar
dan jagung rebus. Lantas bagaimana dengan bonggolnya ? sampah atau bisa jadi hanya
limbah yang sudah tidak terpakai bahkan sudah tidak berguna lagi. Tapi ditangan
orang-orang kreatif ini limbah pun bisa dijadikan berlian yang sangat indah,
asal kita dapat melihat peluang tersebut. Begitu pula juga dengan seorang bernama
Eddy Juandy asal Bogor ini. Dia sukses mengutak-atik bonggol jagung menjadi
barang antik nan unik dan membuat karya seni bernilai tinggi dengan bermodalkan
bahan baku limbah bonggol jagung tersebut. Bisnis ini pun relatif mudah
dijalaninya, karena hanya membutuhkan modal sedikit dengan keuntungan bisa berkali–kali
lipat. Bonggol jagung mungkin dianggap limbah yang sudah tidak berguna lagi
bagi sebagian orang. Tetapi dengan kreativitas yang mumpuni dari perajin asal
Kedung Halang Bogor ini, bonggol jagung itu bukan hanya bisa diubah menjadi sebuah
kerajinan saja, tapi juga bisa mempunyai nilai jual yang sangat tinggi. Dari
bonggol jagung tersebut kita bisa menikmati karya seni dalam berbagai bentuk. Seperti
lampu hias, kap lampu, pembatas ruangan, anyaman tas, dan lain-lain. Itulah beberapa
ide kreatif dalam membuat sesuatu yang bernilai jual tinggi. Ide kreasi bonggol
jagung ini muncul dari celetukan iseng si pembuatnya, berawal dari ketidak
sengajaan saat Eddy bersama rekan-rekannya usai bersantap jagung bakar, pada malam
pergantian tahun baru 2008 lalu. “Saya sempat bertanya sama rekan-rekan saya, apa
yang dapat dibuat dari sampah ini ?,” katanya mulai bercerita saat ditemui
dirumahnya dikawasan Kedung Halang, Bogor. Namun ide ini sempat terlupakan begitu
saja dan baru terealisasikan pada bulan April 2009. Menurut Eddy, setiap ide
yang dimiliki harus segera diwujudkan. “Kalau kamu punya ide tetapi tidak
pernah direalisasikan, persis seperti kamu membayangkan sebuah fatamorgana,”
ceplosnya. Dia pun tidak kehabisan ide dalam mengembangkan usahanya tersebut.
Mengandalkan program corporate social
responsibility (tanggung jawab sosial), ia menggandeng perusahaan swasta
dan BUMN untuk memberdayakan usaha hasil kreasi bonggol jagungnya. Hasilnya
tidak main-main, Eddy mampu bekerja sama dengan mitranya didaerah-daerah yang
bertugas memproduksi karyanya itu. Pria ramah ini cukup memikirkan desain-desain
kreasi selanjutnya saja.
Keberhasilannya
dalam mengolah bonggol jagung, tidak lantas membuatnya sombong. Ia pun mau
berbagi keahliannya untuk beberapa anak jalanan dan mengajarkan kepada
anak-anak SMP. Serta memberikan pelatihan kepada ibu-ibu yang berada di sekitar
wilayah Bogor, Eddy memberikan pelatihan tersebut secara cuma-cuma alias tidak
dipungut biaya sepeserpun. Bagi pria kelahiran 5 Juli 1959 ini, kesuksesan
bukanlah tujuan utamanya. “Sukses maupun gagal merupakan dampak, bukan tujuan
utama. Tujuan utama hidup kita bukan uang sebenarnya. Tapi bisa atau tidak kita
dapat berguna untuk orang banyak, bukan hanya untuk diri kita sendiri,” terang
Eddy bersemangat. Tidak berhenti sampai disitu saja, rasa penasarannya membuat
ia terus melakukan berbagai inovasi serta eksperimen-eksperimen dari bonggol
jagung yang belum bernilai tersebut, hingga setahun kemudian dapat dihasilkan
beragam aksesoris-aksesoris perlengkapan interior rumah tangga dari limbah itu.
Melihat potensi dan respon pasar yang tinggi terhadap kerajinan bonggol jagung
miliknya, ia pun serius mengembangkan dan menciptakan beragam produk-produk
dari bonggol jagung tersebut. Kerajinan bonggol jagung ini menggunakan bonggol
jagung sampah yang didapat dari limbah dipasar tradisional. Pembuatan karya ini
sangat rumit atau memerlukan waktu yang cukup panjang. Prosesnya dimulai dari
pengumpulan bonggol, pensortiran, pengeringan, sampai proses finishing bisa
memakan waktu hingga 3 bulan lamanya. Soal harga, hmmmm, menggiurkan sekali. “Satu
lampu Rp 1,5 juta. Mau nggak? Nggak mau ya sudah. Ini (sambil menunjukan sebuah
nampan) saya biasa jual minimal Rp 200 ribu, logikanya nggak masuk akal ‘kan ?
tapi masih ada yang mau beli sama saya,” Eddy mengangkat nampan hasil kreasinya
seraya tertawa renyah. Bukan hanya itu saja, yang membuat kerajinan ini memang
benar-benar seperti sebuah karya seni yang menakjubkan, adalah uji kesabaran
dan kreatifitas dari si perajinnya sendiri. Jadi wajar sekali jika kerajinan
ini pantas dihargai sangat mahal. Meskipun memang masih banyak yang mencela
hasil kreasinya tersebut.
Memang,
pria berdarah Banten itu tidak takut kalau produknya tidak laku. “Saya nggak
jual produk, saya menjual ide,” pria berdarah Banten ini menegaskan. Pasalnya,
Eddy memposisikan dirinya sendiri sebagai sebuah pionir pengembang bonggol
jagung. “Mau jual, pangsa pasar gampang. Di mana-mana yang namanya pionir orang
akan nyari, bukan kita yang nyari. Sebagai pionir, mau nggak kita ciptakan
karya secara original. Di mana-mana ori itu mahal harganya,”
tegasnya. Dia pun menciptakan branch imagenya sendiri yang dinamainya “Eddy
Bonggol Jagung” untuk memasarkan kreasi bonggo miliknyal. Pemilik Dipar Natural
Handycraft Ethnic ini membidik konsumen kelas menengah. Produk bonggol jagung
tersebar merata di seantero Nusantara bahkan menembus hingga pangsa pasar luar
negri seperti Amerika, Inggris, dan Perancis pun sudah dijamahnya. Industri
kerajinan ini ternyata juga ikut membantu mengurangi limbah yang ada di pasar-pasar.
Menurut
Eddy ada banyak manfaat mengolah limbah bonggol jagung diantaranya : Dapat mengurangi
limbah yang tidak berguna, secara tidak langsung dapat mengurangi pemanasan
global, mempunyai nilai tambah (value), membuka lapangan kerja baru bagi
masyarakat, dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar. Lalu ia
menjelaskan alat & bahan yang biasa ia pakai untuk membuat kerajinan
dari bonggol jagung tersebut : 1. Gergaji besi, 2. Bor mesin, 3. Gerenda, 4.
Amplas, 5. Kuas, 6. Cetakan(untuk membuat sebuah pola). Dan bahan-bahan untuk
membuat salah satu kerajinannya, misalkan kap lampu hias yaitu : 1.
Bonggol jagung, 2. Kertas mika, 3. Lampu neon, 4. Kabel, 5. Pittingan, 6.
Saklar On/Off, 7. Lem apotec, 8. Pernis/plitur. Pria yang memang sangat hobi
dengan dunia kerajinan tangan tersebut, selalu menerapkan konsep desain alami
sehingga penampilan kerajinan bonggol jagung miliknya mempertahankan warna
aslinya, yaitu kuning kecokelatan. Proses dasar pembuatan kerajinan bonggol
yang terdiri dari beberapa tahap ini, relatif sederhana. Bertempat di showroom
miliknya yang beralamtkan diJalan Pembangunan 2 No.42 Kedung Halang, Bogor,
Jawa Barat. Ayah empat anak ini menjelaskan,“Tahap pertama dari bahan mentah dijadikan
bahan baku terlebih dahulu, bahan mentah tersebut dibersihkan istilah
sekarangnya ditreatment lah, terus dijemur,” tukas Eddy. Bonggol jagung yang
diperoleh dari pasar tradisional diolah secara alami dan kimiawi. “Alami itu
yang jelas berdasarkan nontiksik alias tidak ada racun. Kita awetkan secara
alami. Itulah yang saya lakukan selama dua tahun(mencari cara) mengolah secara
alami.” Selanjutnya, bonggol jagung dijemur dibawah sinar matahari. Lama penjemuran
memang cukup lama, minimal harus seminggu. Begitu selesai proses penjemuran,
bonggol jagung dapat dibentuk berbagai macam menurut selera. Bisa dipotong
kecil-kecil atau dibiarkan saja panjang sesuai rancangan atau desain yang sudah
disiapkan sebelumnya. Kemudian potongan-potongan bonggol tersebut direkatkan
dengan lem perekat epotec. ”Kebetulan yang cocok ini, soalnya tidak mengubah
warna, daya rekatnya juga alhamdulillah kuat,” timpalnya. Tahap akhir dari
kreasi bonggol jagung ini dipulas dengan pelapis water base (menggunakan
campuran air). ”Kalau kita bicara alami, finishing touch-nya itu harus pakai
nontoksik juga,” papar nya. Tahap akhir, kreasi bonggol jagung dipulas dengan
pelapis water base (menggunakan campuran air). “Kalau kita bicara
alami, finishing touch-nya itu harus pakai nontoksik juga,” papar Eddy.
Hal ini yang membuat Ayah dari empat orang anak ini semakin yakin bila produk
hasil kerajinan bonggol jagung miliknya yang diproduksi secara manual dapat
diterima pasar dengan lebih baik lagi. Semoga kreativitas dan inovasi dari
seorang yang awalnya hanya iseng saja seperti yang dilakukan oleh Eddy dalam
menciptakan produk-produknya dapat menjadi inspirasi buat kita semua yang ingin
memulai berwirausaha secara mandiri. Selamat berkarya dan jangan pernah lelah
untuk mencoba hal apapun yang dianggap mempunyai peluang untuk menjadi bernilai
dan akhir kata “SALAM SUKSES”.
Sumber : http://www.ciputraentrepreneurship.com/bisnis-mikro/bisnis-kerajinan-bonggol-jagung-janjikan-keuntungan-berlipat
Sumber : http://www.ciputraentrepreneurship.com/bisnis-mikro/bisnis-kerajinan-bonggol-jagung-janjikan-keuntungan-berlipat